Bukittinggi, majalahintrust.com – Mahasiswa Universitas Fort De Kock Bukittinggi melalui Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kampus tersebut mengancam bakal melakukan aksi demo yang lebih besar. Demo ini untuk menuntut Pemko Bukittinggi segera menyerahkan sertifikat tanah, yang diklaim milik kampus mereka.
Ketua BEM Universitas Fort De Kock Bukittinggi, Akbar Miftahul Rizki menegaskan hal ini untuk menjawab undangan dialog dari Pemko Bukittinggi, yang secara tegas ditolak oleh BEM Universitas Fort De Kock Bukittinggi melalui surat balasan yang telah dikirimkan ke Pemko.
Pada surat tersebut BEM Fort De Kock menjelaskan kalau ketidakhadiran mereka dikarenakan mahasiswa bukanlah pihak yang bersengketa dengan Pemko. Akbar menegaskan kalau mahasiswa dan masyarakat sekitar merupakan pihak yang terdampak.
“Dan ditambah lagi Bapak tidak mengundang Yayasan Fort De Kock, artinya sama saja dengan tidak ada itikad baik,” isi poin kedua surat BEM Fort De Kock yang diterima Kabapedia.com, Minggu (16/7/2023).
Lebih lanjut BEM mengingatkan agar Pemko segera menyerahkan sertifikat Hak Milik Nomor 655 atas nama Syafri ST Pangeran kepada Syafri dan terima uang ganti rugi dari Syafri guna untuk penyelesaian administrasi Perpindahan hak dari Hak Milik Nomor 655 menjadi HGB, atas nama Yayasan Fort De Kock berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2108 K/PDT/2022 yang sudah berkekuatan hukum tetap.
“Sekiranya maksud kami ini tidak dipenuhi, maka kami akan melakukan aksi lebih besar sampai sertifikat dikembalikan,” tegas BEM Fort De Kock.
Berikut salinan lengkap surat balasan undangan dari BEM Fort De Kock:
Dengan hormat,
Sehubungan dengan surat Bapak Tanggal 8 juli 2023 Nomor: 000/580/BKPol-BKT/VII/2023 Perihal : Undangan untuk Audensi dengan Bapak Walikota Bukittinggi, maka bersama ini kami sampaikan kepada Bapak sebagai berikut:
1. Pertama dengan permintaan maaf undangan ini belum bisa kami hadiri dengan alasan bahwa sesungguhnya Pemko bersengketa dengan Yayasan Fort De Kock dan kami mahasiswa bersama masyarakat sekitarnya terkena dampak dari masalah ini, dan ditambah lagi Bapak tidak mengundang Yayasan Fort De Kock, artinya sama saja dengan tidak ada itikad baik. Pemko untuk menyelesaikan permasalahan ini;
2. Putusan Pengadilan sudah final dan mengikat kepada semua pihak serta harus tunduk dan patuh untuk melaksanakannya;
3. Serahkan Sertipikat Hak Milik nomor 655 atas nama Syafri ST Pangeran kepada Syafri dan terima uang ganti rugi dari Syafri guna untuk penyelesaian administrasi Perpindahan hak dari Hak Milik Nomor 655 menjadi HGB atas nama Yayasan Fort De Kock berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2108 K/PDT/2022 yang sudah berkekuatan hukum tetap;
4. Sekiranya maksud kami ini tidak dipenuhi, maka kami akan melakukan aksi lebih besar sampai sertifikat dikembalikan. Demikian Surat ini kami sampaikan untuk dimaklumi, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Baca juga: Laporan Muhammadiyah Sumbar Terkait Ujaran Kebencian Ditolak Polda Sumbar, Begini Duduk Perkaranya
Hormat Kami,
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Fort De Kock Bukittinggi.
Sementara itu, pihak Pemko Bukittinggi mengklarifikasi jika tidak ada persoalan dengan kepemilikan sertifikat tersebut. Wali Kota Bukittinggi Erman Safar diwakili Sekdako Bukittinggi, Martias Wanto menegaskan, tidak ada persoalan secara langsung terkait tanah yang dibeli pemerintah kota Bukittinggi di daerah Manggis Ganting, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan (MKS) dengan pihak Universitas Fort De Kock.
“Pada 2005 universitas Fort De Kock membeli sebidang tanah yang diawali dengan per ikatan jual beli antara pihak Fort De Kock dengan pihak penjual dengan nomor sertifikat 654. Lalu 2007 sebagian dari tanah itu dijual oleh pemilik An. Syafril St Pangeran ke Pemko Bukittinggi,” ujar Martias Wanto saat jumpa pers di sela-sela menunggu perwakilan mahasiswa dari Universitas Fort De Kock guna berdialog dengan Wali Kota Bukittinggi, Jumat (14/7/2023).
Pada kesempatan itu Pemko menunggu perwakilan mahasiswa dari universitas Fort De Kock untuk berdialog setelah dapat kabar batal hadir. Martias menegaskan, kalau kelengkapan dari atas hak, sertifikat, pernyataan dari pemilik saat itu lengkap, maka terjadilah jual beli dengan nomor sertifikat 655.
Kata Martias, tanah tersebut satu hamparan dengan dua sertifikat. Seiring perjalanan Fort De Kock membangun dan seterusnya, yang kemudian terjadi persoalan dimana pemerintah memberikan teguran kepada Fort De Kock, pertama karena Fort De Kock membangun tidak sesuai dengan posisi/lokasi yang diizinkan, bahkan sebahagian bangunannya sampai pada Fasilitas Umum yang disediakan. Yang kedua. ada bangunan didirikan tanpa izin (IMB) dan masuk ke Tanah Pemko sekitar 1800 M.
Tak Bisa Diberikan
Martias menyebutkan sertifikat tanah yang dibeli Pemkot sejak 2007 bernomor 655 itu tidak bisa diberikan begitu saja kepada pihak manapun sesuai permintaan mahasiswa saat berdemo pada Rabu (5/7/2023) lalu, karena bertentangan dengan hukum.
“Jika diberikan sama artinya dengan menyerahkan aset pemerintah, ini tidak dibenarkan, Pemkot Bukittinggi tidak memiliki hubungan langsung dengan Fort De Kock karena sama-sama berstatus pembeli dari penjual atas nama Syafri Sutan Pangeran,” kata dia.
Disampaikan Martias, permasalahan tersebut sudah diekspos ke BPK dan KPK dan memang tidak diarahkan untuk memberikan sertifikat tanah.
“Kami siap menyerahkan sertifikat ini jika Aparat Penegak Hukum (APH) memintanya atau pengadilan menyatakan kecacatan hukum, selesai masalahnya, tapi ternyata tidak semudah itu,” paparnya. (Hs)