Kejati Sumbar SP3 Kasus Dugaan Korupsi BPBD Sumbar

 

Padang, jembatan informasi – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menghentikan pemeriksaan terkait dugaan korupsi pengadaan face shield di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar saat terjadinya pandemi covid 19 lalu.

banner 325x300

Penghentian tersebut usai telah dilakukannya penyelidikan panjang, pemeriksaan saksi-saksi terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut.

Pada keterangan kepada wartawan, Senin (23/12/2024) Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumbar Fajar Mufti didampingi Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sumbar Efendi Eka, dan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumbar M. Rasyid, menyebut, seperti yang diketahui kasus ini berawal dari laporan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Sumbar ditemukan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan penggunaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) covid 19 yang bersumber dari dana Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah (APBD) Sumbar tahun 2020.

Menanggapi hal tersebut kemudian, terbit surat penyelidikan dari Kepala Kejati Sumbar Sumatera Barat Nomor: PRINT-09/L.3/Fd.1/07/2023 tanggal 3 Jull 2023.

Dalam proses penyelidikan telah diminta keterangan dari berbagal pihak mulai darl pihak BPBD Provinsi Sumbar, Inspektorat Provinsi Sumbar, Penyedia, dan pihak Bakeuda Provinsi Sumbar.

“Berdasakan hasil Laporan Hasil Penyelidikan ditemukan adanya peristiwa pidana yang mengarah kepada dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat pelindung wajah berupa Face Shield untuk 2 kontrak Tahun 2020 dengan penyedia PT. ASELA MULTI SARANA dengan total nilai 2 kontrak yaitu Rp. 3.405.000.000,” kata Fajar.

Eks Kajari Pagar Alam Sumbse itu, menerangkan, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dari Kepala Kejati Sumbar Nomor: 01.A/L.3/Fd.1/07/2024 tanggal 29 Juli 2024. Hasil penyidikan ditemukan beberapa fakta yaitu pada tahun 2020 telah dilakanakan kegiatan Pengadaan Barang Kebutuhan Penanganan Covid-19 yang dilaksanakan oleh BPBD Provinsi dengan dana yang bersumber dari APBD Provinsi Sumbar yang diposkan pada Bendahara Umum Daerah (BUD) pada BAKEUDA Provinsi Sumbar.

Lebih lanjut dikatakannya, untuk melaksanakan kegiatan pengadaan tersebut, disusunlah Rencana Kebutuhan Barang (RKB) oleh pihak BPBD Provinsi Sumbar. RKB tersebut kemudian diajukan kepada pihak Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Inspektorat Provinsi Sumbar untuk dilakukan review.

“Selanjutnya, RKB dari BPBD Provinsi yang telah melalui proses review dari pihak Inspektorat Provinsi Sumbar disampaikan hasil review tersebut kepada pihak BPBD provinsi Sumbar melalui Surat,” ujarnya.

Kata Fajar, kemudian berdasarkan RKB hasil review dari Inspektorat Provinsi Sumbar terhadap barang pengadaan berupa Face Shield diketahui memiliki harga Rp 250 ribu per pcs dengan volume atau kebutuhan sebanyak 10 ribu dengan total nilai anggaran Rp 2.250 miliar.

“Kemudian terjadi negoasiasi antara calon penyedia dan hasil negosiasi tersebut tertuang didalam kontrak nomor 23/SP/PL-BPBD/V/2020 tanggal 8 mei 2020 antara pengguna anggaran dengan PT ASELA MULTI SARANA pengerjaan pengadaan alat pelindung wajah atau face shield dengan total nilai kontrak Rp 2.250 miliar,”ungkapnya.

Kemudian Kontrak Nomor : 98/SP/PL-BPBD/VII/2020 tanggal 18 Agustus 2020 antara Pengguna Anggaran dengan PT. ASELA MULTI SARANA pengadaan alat pelindung wajah dengan total nilai kontrak Rp. 1.155.000.000, dari kedua kontrak tersebut total kontrak Rp 3.405.000.000.

Ia juga mengatakan terhadap pelaksanaan kegiatan dimasa darurat Covid-19 dimana terjadi kelangkaan barang dan keterbatasan ketersediaan barang. Sementara barang yang diadakan perlu dilakukan secara cepat maka diperlukan penyedia yang dapat menyediakan barang untuk keperluan penanganan Covid-19 pada saat itu.

Dimana hasil pelaksaan kegiatan oleh Penyedia telah sesuai dengan dokumen kontrak yang ditanda tangan, serta barang pengadaan berupa Face Shield sebagaimana dalam kontrak telah terdistribusikan kepada para penerima sesuai dengan pencatatan yang dilakukan oleh pihak BPBD Provinsi Sumbar.

Fajar mengatakan berdasarkan poin dan fakta yang ditemukan terhadap penyidikan perkara dimaksud sebagaimana dalam Sprindik yang telah dikeluarkan, Tim Pernyidik pada Bidang Pidsus Kejati Sumbar dan berdasarakan hasil ekspos bersama dengan pimpinan menghasilkan sebuah kesimpulan.

“Telah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi dan ahli serta telah dilakukan audit dari tim auditor Kejati Sumbar sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Audit Nomor MEM-38/L.3/Hs/10/2024 tanggal 08 Oktober 2024 Dalam perkara ini belum ada pemenuhan terhadap mens rea dan juga unsur pada pasal yang disangkakan yaitu pada Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu berupa unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

Kemudian ia mengatakan disamping belum terpenuhinya terhadap unsur pasal dengan bunyi huruf E angka 6 pada Surat Edaran (SE) dari Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) nomor 3 tahun 2020 dalam rangka Covid-19 yang menyebutkan para pihak yang terlibat dalam pengadaan ini wajib mematuhi etika pengadaan dengan tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang atau jasa.

“Tim penyidik juga belum menemukan adanya pemenuhan terhadap perbuatan sebagaimana bunyi aturan tersebut, hal tersebut penting karena bunyi SE tersebut juga berperan dalam mengungkap dan mendukung terhadap pemenuhan unsur pasal sebagaimana tersebut dalam SE,” ungkapnya.

Ia mengatakan, bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pihak BPBD Provinsi Sumbar dalam bentuk berupa tidak dilakukannya pelaporan maupun perubahan RKB pasca dilaksanakan nya kegiatan pengadaan barang berupa Face Shield sebagaimana dalam dokumen kontrak yang dilaporkan kepada pihak APIP merupakan bentuk pelanggaran ranah administrasi.

Adapun pemakluman terhadap kondisi Covid-19 pada saat itu dikarenakan keterbatasan ketersediaan barang, maka perlu upaya cepat untuk menandatangkan barang.

Maka dari itu dibutuhkan penyedia yang dapat menyanggupi permenuhan kebutuhan barang pada saat itu, kemudian barang pengadaan berupa Face Shield sebagaimana dalam dua kontrak tersebut telah selesai dilaksanakan dengan hasil barang pengadaan telah sesual dengan dokumen kontrak dan barang pengadaan berupa Face Shield telah terdistribusikan kepada para penerima. (hendra)

banner 325x300