Padang – Ricki Novaldi dan Jumadi Satgas A dan B Anggota P2T pembebasan lahan Tol Padang-Pekanbaru, dinyatakan bebas murni oleh Hakim Tipikor yang diketuai Rinaldi Triandiko dengan hakim anggota Hendri Joni dan Juandra dari dakwaan melakukan tindak pidana korupsi pembebasan lahan tol Padang-Pekanbaru yang berlokasi di Taman Kehati Kabupaten Padang-Pariaman.
Pada persidangan yang digelar pada Rabu (24/8/2022) dengan agenda putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, ketiga hakim berpendapat bahwa, Jamaris dan Riki Novaldi menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana korupsi. Membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum. Membebaskan terdakwa dari tahanan kota dan memulihkan hak-hak, martabat dan kehormatan terdakwa.
Kedua terdakwa juga tidak terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Tindakan Jumadi dan Ricki Novaldi juga sudah sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 juncto pasal 56 tahun 2006 dan perubahan atas Perpres no 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Tangis derai air mata bercampur haru pun menyatu dari dua terdakwa yang hadir dipersidangan secara online dari Rutan Anak Air, beserta anggota keluarga yang hadir langsung di PN Padang jalan Khatib Sulaiman.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) gabungan Kejati Sumbar dan Kejari Padang Pariaman menuntut masing-masing terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun 6 bulan dengan membayar denda Rp 500 juta subsider 4 bulan.
Dengan hasil demikian, Dr Suharizal SH.MH yang merupakan kuasa hukum Ricki Novaldi dan Jumadi, berhasil melepaskan kliennya dari jeratan hukum yang membelit kliennya dalam beberapa bulan belakangan.
Suharizal diluar persidangan berharap semoga putusan bebas ini bisa menjadi spirit bagi penyelenggara pengadaan tanah jalan tol Padang-Pekanbaru, khususnya pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk bekerja lebih maksimal. Karena pranata hukum melindungi mereka dalam proyek strategis nasional.
Pada persidangan sebelumnya, Suharizal pun meyakini tidak ada korupsinya dalam pengadaan tanah untuk jalan tol Padang Pekanbaru ini. Bila prosedural adminitrasi telah dilalui dalam pengadaan jalan tol ini, tentu mustahil ada korupsinya.
Tanda tanda dibebaskannya klien Suharizal sudah terlihat jelas dengan dihadirkannya saksi ahli meringankan yang sangat berkompeten di bidangnya. Mereka yakni Prof. Dr. Hj. Yulia Mirwati, S.H., Cn., M.H merupakan Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Unand. Kemudian saksi ahli M. Noor Marzuki, S.H., M.Si. Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/KBPN 2016- 2018.
Selanjutnya Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Tri Wibisono, S.T., M.T. lalu Direktur Pengukuran dan Pemetaan Kadastral
Kementerian ATR/KBPN Geodesi. Lanjut saksi ahli Suswinarno, Ak, M.M. BPK (1987-2018) yang sekarang Auditor Independen. Serta terakhir Drs. Kintot Eko Baskoro, M.H dan Erfan Susanto, S.E. (Auditor) Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/KBPN.
Saksi Ahli M Noor Marzuki SH.MSi dalam keterangannya di pengadilan mengatakan, sesuai UU Omnibus Law atau Cipta Kerja Tahun 2021 yang dikeluarkan Presiden Republik Indonesia beserta turunannya mengatur tentang perlindungan aparat pertanahan.
Disana disebutkan bahwa, apabila ada indikasi tindak pidana korupsi dan penyimpangan wewenang yang dilakukan oleh aparat pertanahan, maka harus mendahulukan asas administrasi. Asas pidana merupakan pintu terakhir jika Lembaga APIP telah melakukan penilaian-penilaian dan tidak ada itikad mengembalikan kerugian keuangan negara. Penilaian ini diserahkan ke aparat penegak hukum.
“Yang pasti kalau ditemukan masalah, asas administrasi didahulukan. Kalau ada aparat melakukan indikasi tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara, maka segera di kembalikan kerugian tersebut sebelum APIP melakukan penilaian, dan menyerahkannyanke aparat penegak hukum,” ucapnya
Berlakunya aturan ini sebut Noor Marzuki, untuk melindungi aparat pertanahan dalam menjalankan tugas dari Presiden, guna mensukseskan Program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) sesuai Inpres No 2 tahun 2018.
Sementara saksi ahli lainnya, Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menjelaskan Delik penyertaan dalam pasal 55 KUHP harus dibuktikan meeting of mind semua pelaku.
Kata Achjani, artinya harus dibuktikan adanya bentuk pemufakatan jahat semua pelaku sehingga tindak pidana terjadi. Kemudian ahli menerangkan upaya pidana merupakan langkah terakhir jika upaya hukum lain tidak mampu lagi menyelsaikan masalah yang ada sebagaimana asas ultimum remedium, artinya jika permaslahan hukum bisa diselesaikan dengan upaya hukum lain seperti upaya administrasi atau perdata, maka tidak perlu upaya pidana.
Lebih lanjut ia mengatakan, terkait prejudicial geschil dalam pasal 51 KUHP. Jika terdapat hal hal lain yg menjadi pertentangan dalam suatu masalah yang merupakan ranah hukum lain, seperti ada sengketa perdata, atau masalah administrasi yang harus diselesaikan terlebih dahulu, hukum pidana harus menunggu upaya hukum tersebut selesai dulu.
Kemudian, keterangan Ahli Tri Wibisono mantan auditor BPK menerangkan, pencatatan aset dilakukan pada saat bukti kepemilikannya sudah ada, barang, sudah dikuasai, pembayaran sudah dilaksanakan, ahli mencontohkan pencatatan aset suatu kendaraan bermotor, baru dapat dicatatkan dalam catatan aset.
”Contohnya ketika BPKB kendaraan sudah diterima, kendaraannya diterima, uang sudah dibayarkan, ada nilai yg bisa dicatatkan,” terangnya. (***)