JAKARTA, Jembataninformasi –
Kejaksaan Agung menggelar konferensi pers terkait kasus dugaan korupsi PT Garuda Indonesia tahun 2011-2021 di Lantai 1 Gedung Menara Kartika Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (24/2/2022).
Konferensi pers tersebut dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, Burhanuddin didampingi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah serta Kapuspenkum, Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Jaksa Agung mengatakan, pihaknya telah memeriksa enam saksi dalam kasus dugaan korupsi dalam pengadaan pesawat tersebut. Dimana, dua orang diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kedua tersangka yang dimaksud adalah SA selaku Vice President Strategic Management Office PT Garuda Indonesia periode 2011-2012 serta AW selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. 2009-2014. Kedua tersangka merupakan Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim pengadaan pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia tahun 2012.
Guna mempercepat proses penyidikan, saat ini tersangka SA ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejari Jakarta Selatan, sementara tersangka AW ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari kedepan.
“Sampai saat ini tim penyidik telah memeriksa dan meminta keterangan sebanyak 60 orang yang terdiri dari Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Pejabat setingkat Vice President PT Garuda Indonesia, Dewan Komisaris PT Citilink Indonesia, Dewan Direksi PT Citilink Indonesia,” ujarnya.
“Kemudian juga Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600, Tim Pengadaan Pesawat Bombardier CRJ -1000 NG dan Satuan Pemeriksa Internal PT Garuda Indonesia,” sambung Jaksa Agung.
Selain itu, tim penyidik juga telah melakukan penyitaan dokumen sebanyak 580 dokumen yang telah dilakukan cluster berdasarkan jenis pengadaan Pesawat ATR maupun CRJ, Barang Bukti Elektronik sebanyak 1 buah Handphone, serta satu dus Dokumen Persidangan dalam Perkara KPK (sebagaimana Surat Permintaan Direktur Penyidikan).
“Terkait kerugian keuangan negara, tim telah melakukan permintaan perhitungan kerugian keuangan negara kepada BPKP Pusat dan telah dilakukan ekspose/gelar perkara antara Tim Penyidik dengan Tim BPKP serta telah diperoleh kesimpulan adanya Kerugian Keuangan Negara dalam pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600,” paparnya.
“Saat ini proses perhitungannya sedang dilakukan oleh Tim Auditor dari BPKP,” kata Jaksa Agung, Burhanuddin lagi.
Dirinya pun memaparkan modus operandi singkat perkara tersebut, dimana pada kurun waktu 2011-2021, PT Garuda Indonesia telah melakukan pengadaan pesawat udara dari berbagai jenis tipe pesawat, antara lain Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600, yang mana untuk pengadaan Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang dilaksanakan dalam periode Tahun 2011-2013 terdapat penyimpangan dalam proses pengadaannya. Penyimpangan yang dimaksud yakni Kajian Feasibility Study/Business Plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis resiko tidak disusun atau dibuat secara memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil dan wajar serta akuntabel. Proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang / jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR.
Selain itu, lanjut dia, danya indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture.
“Akibat dari pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang menyimpang tersebut mengakibatkan PT Garuda Indonesia mengalami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600,” tegasnya.
Atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan tersebut, diduga telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc – Kanada dan perusahan Avions de transport regional) (ATR) – Perancis masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa serta perusahaan Alberta S.A.S. – Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC) – Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut.(rel)