Padang, jembataninformasi.com – Tim Kuasa hukum Darmayanti dan Fandi Ahmad Putra mengajukan eksepsi (pembelaan) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam
korupsi penyediaan benih atau bibit ternak dan hijauan pada Dinas Pertenakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat.
Dr.Suharizal, S.H., MH, CMED, CLA, Setrianis, S.HI, MH dan Kartika Ratna, SH menyebut tindak lanjut dari jasil pemeriksaan dari inspektorat Provinsi
Sumatra Barat (Sumbar) momor 13/INSPT-KH/IV-2022 tanggal 26 April 2022 terhadap terdakwa Darmayanti dan Fandi Ahmad Putra telah dijatuhkan sanksi hukuman disiplin penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun berdasarkan SK Provinsi Sumbar nomor 862/6380/BKD-2022 tanggal 7 Desember
2022.
Lebih lanjut dijelaskannya, karena audit terhadap kegiatan penyedian benih atau bibit ternak dan hijauan pakan ternak yang sumbernya dari daerah Propinsi lain pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Sumatera Barat TA. 2021, bukan dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan perhitungan yang seharusnya BPK, BPKP Perwakilan Sumbar atau Inspektorat Sumbar.
” Maka temuan kerugian keuangan negara yang hanya berdasarkan pada perhitungan yang dilakukan oleh penyidik sendiri, dan dituangkan dalam keputusan kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar, tanggal 3 Juli 2023 yang dijadikan dasar dakwaan. Jadi tidak memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti,”sebutnya.
Dr Suharizal menyebut lembaga atau institusi yang tidak berwenang dalam perhitungan kerugian negara, sehingga surat dakwaan penuntut umum dalam Perkara a-quo adalah bentuk dakwaan yang tidak jelas dan kabur, serta tidak berkesesuaian dengan kehendak dari Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yang menghendaki uraian dakwaan disusun secara cermat, jelas dan lengkap.
” Untuk menentukan seseorang sebagai tersangka, dan dilanjutkan ke tingkat penuntutan, haruslah terlebih dahulu ditemukan bukti-bukti yang sah dan lengkap,” lugasnya.
Pria yang juga Direktur Kantor Hukum Legality ini menuturkan yang merupakan peristiwa tindak pidana, pengumpulan bukti-bukti tersebut agar tindak pidana yang terjadi terang dan jelas atau in criminalibus probationes debent esse luce clariores.
” Guna menemukan tersangkanya. Untuk itu, dalam menetapkan Darmayanti dan Fandi Ahmad Putra sebagai tersangka, penyidik haruslah melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarka. pada KUHAP,” terang Lawyer yang Kondang di Sumatera Barat itu.
Maka dari itu, Dr Suharizal meminta kepada majelis hakim, menyatakan dakwaan penuntut umum dalam surat dakwaan nomor REG. PERK: PDS-03/Ft.1/Padang/10/2023 tanggal 19 Oktober 2023 terhadap terdakwa Darmayanti dan surat dakwaan penuntut umum nomor REG. PERK: PDS-04/Pdg/10/2023 tanggal 19 Oktober 2023, atas nama terdakwa Fandi Ahmad Putra batal demi hukum atau setidak-tidaknya menyatakan bahwa dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima.
“Menetapkan terdakwa Darmayanti dan Fandi Ahmad Putra tidak dapat diperiksa dan diadili berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang cacat hukum,”ungkapnya.
Pada sidang yang Diketua oleh Dedi Kuswara didampingi oleh Emria Fitriani dan Tumpak Tinambunan masing-masing selaku hakim ad-hoc Tipikor, melanjutkan sidang pada 6 November 2023.
” Untuk terdakwa yang mengajukan eksepsi 3 November 2023 eksepsi. 6 November 2023 jawaban eksepsi dari JPU, dan 9 November 2023 putusan,” kata Hakim.
Dalam berita sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) telah menahan 6 orang tersangka dalam kasus tersebut.
Dalam keterangan kepada media Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumbar, Asnawi menilai kasus pengadaan sapi ini memang telah melanggar ketentuan, karena sapi yang mereka beli bukan sapi dari luar, tapi sapi lokal.
“Ini proyek gagal. Karena kenyataannya mereka tidak melakukan pengadaan sapi dari luar, tapi sapi lokal. Seharusnya proyek ini bisa memperbanyak populasi ternak,” ujar Asnawi.
Selain itu, kata kajati, pada kasus ini juga ditemukan dugaan mark-up atau penggelembungan dana dalam pengadaan sapi tersebut.
“Karena mereka tidak bisa memenuhi sapi bunting dari luar Sumbar, maka mereka menyediakan sapi yang lebuh besar dengan menaikkan harga sapi. Akibat penggelembungan dana ini, kerugian negara ditaksir mencapai Rp.7,36 miliar,” ujarnya.
Perkara tersebut menjadi atensi Kajati Sumbar, dan telah mengeluarkan surat perintah penyelidikan tertanggal 25 Maret 2022 dengan nomor surat print04/L.3/Fd.1/03.2022 serta sehubungan surat perintah penyidikan dengan No print-12/L.3/Fd.1/07/2022 tanggal 6 Juli 2022.
Temuan Kejati Sumbar berasal yang berasal laporan masyarakat atas dugaan pekerjaan penyediaan dan pengembangan sarjana pertanian, kegiatan penyediaan bibit atau benih ternak dan hijauan pakan ternak pada Dinas Peternakan dan Kesehatan hewan Provinsi Sumbar tahun anggaran 2021. Bantuan ini menghabiskan APBD Sumbar sekitar Rp35 miliar, namun sepertinya banyak kelompok masyarakat penerima bantuan melihat kondisi sapi yang tidak sesuai spesifikasi.(kid)