Padang, jembataninformasi.com – Pihak kampus Universitas Ekasakti (Unes) Padang sangat menyayangkan berita bohong terkait jual beli ijazah kampus yang disebarkan di media instagram @unes_bergerak menjadi konsumsi publik. Sehingga menjatuhkan harkat dan martabat kampus.
“Kami pastikan bahwa berita di instagram itu tidak benar. Tidak ada praktek jual beli ijazah di kampus,”. Wakil Rektor III Unes Padang Takdir Mataliti dengan nada tegas membantah tudingan tersebut kepada media, Kamis (21/12/2023).
Takdir menjelaskan, berita yang berkembang saat ini sangatlah keliru. Namun, peristiwa tersebut rupanya mencoba dimemanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab dengan menyebarkan berita bohong bahkan menyesatkan dan memiliki dampak hukum yaitu perbuatan fitnah.
“Kuat dugaan kami, ada pihak-pihak tertentu yang mencoba menggoreng dan menunggangi isu ini untuk menjatuhkan nama kampus. Maka pada kesempatan ini, kami selaku pihak kampus menegaskan bahwa penyebaran berita tentang ijazah palsu adalah tidak benar. Silahkan media menghubungi atau meminta keterangan kepada oknum mahasiswa tersebut,” tegas Takdir lagi.
Pihaknya menjelaskan, semua ijazah yang di terbitkan Universitas Ekasakti itu, prosesnya jelas dan terdaftar di PDPT Dikti.
“Jadi mana bisa ada ijazah yang tidak legal bisa keluar,” tegas dia saat menggelar jumpa pers di Padang,
Awal mula persoalan ini berkembang liar kata Takdir, muncul dari adanya pengaduan oknum mahasiswa kepada pihak fakultas, akibat yang bersangkutan telah meminta bantu kepada salah satu oknum karyawan (Unes) untuk menyelesaikan dan mengurus kewajiban mahasiswa tersebut.
Namun oknum mahasiswa tersebut kecewa, lantaran apa yang diharapkan tidak tercapai. Oknum mahasiswa tersebut menyampaikan telah mengeluarkan biaya yang cukup besar kepada oknum karyawan.
“Setelah dilakukan konfirmasi kepada oknum karyawan, maka benar telah terjadi peristiwa tersebut (minta bantu), dan berujung dengan pengunduran diri, serta pengakuan bersalah oleh oknum karyawan,” terang Takdir.
Setelah penelusuran, hasilnya pihak pimpinan perguruan tinggi memberikan sanksi berupa pemberhentian sebagai karyawan. Terhadap peristiwa tersebut, pihak kampus dan juga yayasan memberikan kebijakan untuk membantu para oknum mahasiswa tersebut untuk tetap melanjutkan perkuliahan. Hingga kini oknum mahasiswa tersebut masih berstatus aktif di Fakultas Hukum untuk menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa.
“Selanjutnya menanggapi adanya postingan ijazah pada akun-akun medsos, kita pertegas di sini bahwa postingan tersebut adalah draf ijazah yang dijadikan alat oleh oknum karyawan tersebut, untuk menenangkan oknum mahasiswa yang mendesak untuk segera dikeluarkan ijazahnya. Anehnya oknum mahasiswa jangankan meminta ijazahnya, menjalankan kewajiban sidang komprehensif saja belum, dan yang lebih parahnya pada saat dilakukan klarifikasi di kampus oknum mahasiswa tersebut tidak mampu menjawab apa judul skripsinya,” terang dia.
Sementara itu, salah seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Ekasakti Alam Suryo Laksono mengatakan, patut diduga penyebaran berita fitnah ini merupakan persekongkolan jahat guna mencoreng nama baik Universitas Ekasakti.
Ia menjelaskan, pihak kampus sudah memberikan waktu dan ruang bagi dosen yang sudah menandatangani petisi untuk membuktikan tuduhan jual beli ijazah.
“Pihak kampus telah memberikan ruang dan waktu bagi pihak yang menandatangani petisi tersebut untuk membuktikan tuduhan mereka. Namun tak juga dapat menunjukan bukti seperti yang mereka tuduhkan. Justru terdapat oknum dosen yang menandatangi petisi tersebut, tetap meminta di usut tuntas. Lantas apa yang mau di usut, apabila tuduhan mereka tanpa bukti konkrit. Jelas diterangkan bahwa praktek jual beli ijazah itu tidak ada. Bahkan fisik dari ijazah yang mereka jadikan bahan petisi juga tidak pernah mereka berikan,” tukasnya.
Seharusnya kata Alam, jika ada hal yang ganjal di intermal, harusnya mereka menyampaikan terlebih dahulu kepada pihak kampus. Tidak ada angin tidak ada hujan, mereka malah membuat petisi yang isinya malah mengancam dan petisi mereka menjadi konsumsi publik.
“Setelah kami telusuri dan tanya satu-satu kepada dosen yang tandatangan petisi, dosen terkait malah tidak tahu apa isi itu. Dosen terkait juga menyampaikan ada satu hingga dua orang mengedarkan tanda tangan,” pungkasnya. (Kld)