Padang, jembatan informasi- Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI Prof. Dr. M. Guntur Hamzah menjadi pembicara dalam kuliah umum di Kampus Universitas Ekasakti (UNES) Padang, Sabtu (12/10/2024). Kuliah Umum dengan tema Konstitusi, Konstitusionalisme dan Digital Constitusionalism ini dihadiri oleh para mahasiswa S2 Hukum dan segenap civitas kampus UNES di Ruang Sidang Rektor.
Rektor UNES Prof. Dr. H. Sufyarma Marsidin, M.Pd. dalam sambutannya saat pembukaan acara tersebut mengatakan, hakim Konstitusi memiliki peran penting dalam penegakan konstitusi di negara ini. UNES Padang kata dia, sengaja mengundang Hakim Konstitusi Prof. Dr. M. Guntur Hamzah untuk menambah wawasan mahasiswa studi S2 hukum kampus tersebut.
“Hakim Konstitusi merupakan pegadil dari banyak perkara konstitusi diantaranya memutuskan sengketa ambang batas syarat calon presiden pada pemilu lalu. Hakim Konstitusi memiliki peran, di antaranya seperti memutus pembubaran partai politik dan banyak sengketa lainnya,” papar Rektor.
Di kesempatan ini juga hadir Ketua Pembina Yayasan Perguruan Tinggi Padang, Suriyaman Mustari Pide dan juga
Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Padang (YPTP), Kampus Universitas Ekasakti (UNES) Padang, Andi Syahrum Makkurade dan juga Ketua Pembina Yayasan Perguruan Tinggi Padang, Suriyaman Mustari Pide menilai topik kuliah umum kali ini sangat menarik, ditambah hadirnya tokoh dan pakar yang tidak diragukan lagi. Menurut dia, kuliah umum dengan topik ini sangat relevan dan penting bagi kampus yang usianya sudah 40 tahun tersebut.
“Dasar pemahaman hukum tatanegara. Ini menjadi hal yang mesti dipahami mahasiswa hukum. Adanya memberi wawasan mendalam agar menjadi sumber inspirasi dan penelitian baru yang relevan. Pembahasan topik ini juga memperkuat peran UNES dalam tatanan kampus global,” tegas Suriyaman Mustari Pide.
Sementara itu Guntur Hamzah dalam paparannya menyampaikan, Konstitusi, Konstitusionalisme dan Digital Constitusionalism merupakan 3 nomenklatur yang bersinggungan dengan realita hukum di tiap negara.
Dia menambahkan “kehidupan kita diatur dengan beragam teknologi, termasuk juga kondisi belajar di kampus saat ini. Perlu update teknologi, karena era digital membawa lompatan berkali lipat.”
Dia mencontohkan seperti saat ini restorasi justis, saat ini jadi tren penyelesaian hukum baru di masyarakat. Guntur menambahkan, di beberapa negara Eropa saat ini tengah berkembang beberapa hal baru. Di antaranya hak untuk dilupakan, ini dikarenakan berkembangnya digitalism.
“Di eropa jejak digital seperti di google itu bisa dihapus, sehingga banyak orang yang menginginkan hak untuk dilupakan,” ujar dia.
Menurutna, ini seiring dinamika yang berkembang di masyarakat. Apalagi Jika orang sudah maju, mereka sudah punya legal standing untuk bahagia. Dia mencontohkan, di Fidlandia, standar bahagia mereka yakni memegang prinsip “Tidak mengambil hak orang lain”.
Guntur juga memaparkan, saat terjadi fenomena disfresiasi kekuasaan. Seperti halnya birokrasi kadang menjadi pemegang kekuasaan tersendiri. Selain itu ada juga fenomena “No viral no justice” media juga sudah memegang kekuasaan. Kadang mereka mempengaruhi kebijakan.
“Kadang penguasa juga merapat kepada influenser untuk memperkuat kekuasaan,” jelas Guntur.
Dengan cepatnya dinamika di masyarakat saat ini, Guntur mengingatkan agar hakim harus jeli melihat dan mumutus sebuah persoalan. Terlepas dari berbagai faktor, tetaplah hakim mesti memiliki pandangan sendiri yang berpegang kepada hati nurani demi menegakkan keadilan.
“Konstitusi merupakan benteng atau perisai yang merupakan sumber dan dasar hukum yang tertinggi yang mesti menjadi peraturan tertinggi,” jelasnya.
Pada kesempatan ini Guntur juga berbagi sedikit pengalaman saat menyelesaikan disertasi selama dua tahun. Ini tidak terlepas karena problema dengan pembimbing yang dinilai agak keberatan rampung lebih cepat. Meski demikian pengalaman ini tidak menyurutkan tekad Guntur dalam meraih sukses di pendidikan. (kld)